Adapun berbagai proses tersebut dari pengalaman yang saya tahu dengan
menggunakan cara yang masih tradisional dan kental dengan budaya jawa sebagai berikut;
awalnya sawah digenangi air kemudian sawah dibajak menggunakan hewan kerbau atau
sapi untuk membajak namun sekarang mulai diganti dengan mesin yaitu traktor,
ini dilakukan dua kali agar tanahnya mudah untuk ditanami padi dan tidak tandus,
setelah itu membuat tempat penyebaran padi dengan cara sebagian sawah diratakan
tanahnya dan dibuat bentuk kotak atau persegi panjang, setelah itu bibit padi kita
sebar hingga merata. Adapun proses pembuatan bibit sebaran dengan cara padi direndam
selama dua hari dua malam, kemudian diungkep/
ditutup menggunakan terpal selama dua hari, disiram, setelah itu diungkep lagi sampai
padi mengeluarkan akarnya, genap lima hari bibit padi siap untuk disebar, dalam
proses penyebaran jangan sampai bibit padi ini tenggelam oleh air atau kebanjiran,
karena akan mengakibarkan biji padi mondok-mondok alias tidak merata yang nanti
hasilnya tidak baik, tempat penyebaran biasanya ditutup menggunakan plastic mengelilingi
tempat penyebaran, ini dilakukan untuk menjaga adanya tikus yang masuk merusak bibit
padi tersebut, setelah itu kita tunggu sampai umur 25 hari atau umur satu bulan
padi bisa ditanam.
Sebelum menanam, padi dicabut terlebih dahulu dan diikat dalam bentuk
ombyokan yang biasa dikerjakan oleh petani laki-laki, pekerjaan ini disebut ndaut, setelah itu padi yang dalam ombyokan
disusun jarang-jarang dan ditaruh di deretan orang yang menanam padi, ini disebut
tempah, dan pekerjaan orang yang
menanam padi disebut tandur, tandur yaitu
menanam padi dengan cara jalan mundur. Biasanya orang desa menentukan hari tandur
dengan menghubungi tetangganya untuk ikut membantu proses tanam dengan cara mendatangi
dari rumah ke rumah dan menanyakan apakah mereka dapat membantu atau tidak.
Namun sekarang sudah ada sekelompok orang yang membuat anggota kelompok tandur itu
sendiri, jadi petani biasanya hanya cukup memberitahukan hari tandur kepada ketuanya
saja, jadi soal yang memberi kabar itu urusan ketua kelompok tandur tersebut. Setelah
semua padi tertanam kita tinggal menunggu padi sampai benar-benar tumbuh dengan
sering melihat apakah ada hama atau perairan sawah yang kurang, biasanya di sela-sela
padi terdapat tumbuhan liar yaitu rumput, dengan adanya rumput dapat mengganggu
tanaman padi menjadi tidak sehat atau tidak subur, nah, pekerjaan mengambil rumput
yang tumbuh di antara padi disebut matun,
biasanya dilakukan oleh perempuan. Lalu ketika padi mulai mengeluarkan isinya
dan belum merata disebut nyoloti /
mbeli’i, biasanya para petani menunggu atau menjaga padinya agar tidak dimakan
burung dengan cara memasang kaleng bekas, orang-orangan sawah atau plastik yang
ditarik-tarik untuk mengusir burung disebut tunggu.
Ketika padi mulai menguning berumur sekitar 100 hari padi siap untuk
dipanen, biasanya para petani mencari orang yang bekerja untuk memanen, orang
yang bekerja mengambil padi disebut ngarit
/ ngerit, karena memotong padi menggunakan benda yang bernama arit, kalau zaman
dahulu menggunakan alat disebut ani-ani
yang berbentuk seperti arit namun kecil dan proses pemotongan padi agak lama. Kemudian
padi yang telah dipotong dikumpulkan di satu tempat dan ada orang yang bekerja merontokkan
padi dari batangnya disebut ngedos, setelah
padi rontok dimasukkan dalam karung dan dibawa pulang ke rumah pemilik sawah untuk
ditimbang, setelah itu orang yang bekerja diberi upahan dalam bentuk padi sebagian
hasil panen tersebut, namun sekarang upah dapat diberikan dalam bentuk uang. Adapun
orang yang bekerja mengangkat padi dalam karung disebut manol dan biasanya ada orang yang mencari padi sisa-sisa pengedos di
sawah dengan cara mengambil batang padi yang telah berserakan dibuang dalam tumpukan
atau mencari padi yang tercecer disebut ngasak,
biasanya pengasak membawa sisa-sisa pengedos dibawa pulang ke rumah dan dijemur,
setelah kering ditumbuk atau dipukul-pukul menggunakan kayu agar padi yang
menempel pada sisa-sisa batang padi rontok, setelah itu diayak ini disebut harag-harag, ada pula yang menyilir padi dengan cara bersiul memanggil
angin dan menumpahkan padi di tempat yang telah disediakan, jadi padi yang gabug atau kosong tak berisi beserta sampah-sampah
terbang terbawa angin. Setelah padi bersih dari kotoran, padi dijemur hingga kering
agar jika ditumpuk sampai bulanan tidak busuk dan berakar, orang desa biasanya menumpuk
hasil panen hingga panen lagi, jadi tidak pernah beli beras karena sudah memiliki
simpanan padi sendiri, jika ingin menjadi beras padi harus ditumbuk terlebih dahulu
di atas lumpang, yaitu kayu atau batu
yang dibentuk cekungan untuk menumbuk padi hingga melepaskan kulitnya dan menjadi
beras. Namun sekarang sudah zaman serba mesin, kini masyarakat tinggal membawanya
ke pabrik selep, atau memberikan padi
pada tukang selep keliling.
Itulah ceritaku… sekarang apa ceritamu?
0 komentar:
Posting Komentar